Minggu, 04 Juli 2010

Sampul

DETEKSI DINI PENYAKIT PNEUMOKONIOSIS PADA PEKERJA YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEBU DI KABUPATEN PATI, KLATEN DAN SUKOHARJO TAHUN 2009

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Mengikuti Ujian Akhir Pada Program Studi Kesehatan Masyarakat


OLEH

UNTUNG SUPARMAN : NIM 07.02.66

NOVI SRIMAULANI : NIM 08.02.90

LISNA ELA RIYANTINA : NIM 06.02.27

ANITA ANGGRAENI : NIM 08.02.80



PRODI SI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

2010

Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang dengan judul “PROGRAM UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK) SEKSI UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BIDANG PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN PELAYANAN KESEHATANDINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH

SEMARANG TAHUN 2009..

Dalam penyusunan laporan magang ini bayak pihak yang telah membantu, oleh karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada:

  1. Bapak Poetoet Heriyanto, SKM, M.Kes selaku ketua Yayasan STIKES HAKLI Semarang.
  2. Bapak dr. HR. Wahyu Rahadi, M.Ph selaku ketua STIKES HAKLI Semarang.
  3. Ibu dr. M. Rr. Sri Puji Rahayu selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
  4. Ibu dr. Tatik Murhayati, MKes Selaku Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
  5. Bapak Arfian Nevi, SKM, DEA. Selaku Staf Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
  6. Ibu Binar Rudatin, SKM, Msi, Selaku Staf Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
  7. Seluruh Staf STIKES HAKLI Semarang
  8. Segenap staf karyawan Bidang Upaya Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
  9. Segenap staf karyawan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
  10. Teman – teman Mahasiswa STIKES HAKLI Semarang Jurusan Kesehatan Masyarakat tahun ajaran 2009.
  11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Proposal ini.

Semoga amal baik mereka mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan balasan berlipat ganda.

Perlu disadari bahwa dengan segala keterbatasan, laporan magang ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan kritikan yang konstruktif sangat penulis harapkan demi sempurnanya laporan ini. Akhirnya semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan

Semarang, 8 mei 2010

Penulis.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, lebih dari 60% penduduk Jawa Tengah merupakan pekerja. Dari jumlah tersebut, sekitar 30% merupakan pekerja pada sektor formal dan 70% merupakan pekerja sektor informal. Pekerja formal adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya pada suatu instansi/unit usaha yang mempunyai izin dan terstruktur seperti karyawan pemerintah, BUMN, TNI, Kepolisian, karyawan perusahaan baik berskala besar, menengah, dan kecil yang mempunyai izin usaha. Sedang pekerja sektor informal, adalah mereka yang bekerja dengan modal skala kecil. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut : bekerja dalam jam kerja yang tidak tetap dan umumnya mempergunakan tenaga kerja dari lingkungan keluarga sendiri.

Pekerja sektor informal ini memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Hal ini terbukti pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor ini hampir tidak terimbas dampak krisis dan justru memberikan sumbangan penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu sudah sepatutnya pekerja di sektor informal ini mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan upaya kesehatan kerja. Pekerja di sektor informal pada umumnya sangat beresiko terkena penyakit akibat kerja. Dari berbagai macam penyakit akibat kerja, pneumokoniosis lebih sering dijumpai pada pekerja sektor informal, khususnya bagi mereka yang dalam melaksanakan pekerjaannya sering tepapar debu mineral. Beberapa sumber menyebutkan, bahwa paparan debu mineral dapat mengakibatkan pneumokoniosis. Di Inggris, Belanda dan Swedia sekitar 50% pekerja pabrik tekstil yang terpapar debu mineral menderita pneumokoniosis.

Namun hingga sampai saat ini belum ada kejelasan tentang bagaimana mekanisme terjadinya pneumokoniosis akibat paparan debu mekanik. Sehingga untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka langkah awal yang terpenting adalah pengenalan/identifikasi/deteksi dini gejala yang timbul dan dievaluasi, baru kemudian dilakukan pengendalian.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis yang terdiri dari empat orang anggota kelompok magang merasa tertarik untuk mengangkat persoalan pneumokoniosis kedalam laporan magang. Sesuai dengan data yang diperoleh, maka dalam penyusunan laporan magang ini penulis mengambil judul : ”Deteksi Dini Penyakit Pneumokoniosis Pada Pekerja Yang Berhubungan Dengan Debu Di Kabupaten Pati, Klaten Dan Sukoharjo Tahun 2009”.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana gambaran pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat, khususnya program Upaya Kesehatan Kerja dalam kaitannya dengan deteksi dini penyakit pneumokoniosis, pada pekerja yang berhubungan dengan debu di Kabupaten Pati, Klaten dan Sukoharjo tahun 2009.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Ingin mengetahui gambaran pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat, khususnya program Upaya Kesehatan Kerja dalam kaitannya dengan deteksi dini penyakit pneumokoniosis, pada pekerja yang berhubungan dengan debu di Kabupaten Pati, Klaten dan Sukoharjo tahun 2009.

2. Tujuan Khusus

a. Ingin mengetahui hasil pemeriksaan fungsi paru

b. Ingin mengetahui hasil pemeriksaan debu perorangan

c. Ingin mengetahui hasil pemeriksaan kadar debu lingkungan kerja

D. Manfaat

1. Bagi Peserta Magang

a. Sebagai proses belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perkuliahan dengan kenyataan dilapangan

b. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai program upaya kesehatan kerja

2. Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah

Sebagai bahan masukan dalam pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan upaya kesehatan kerja

3. Bagi Stikes Hakli Semarang

Menambah bahan bacaan yang berorientasi pada upaya kesehatan kerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Akibat Kerja Yang Berkaitan Dengan Debu

Pneumokoniosis adalah sekumpulan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu mineral didalam jaringan paru. Tergantung dari jenis debu yang tertimbun, nama penyakit dan gejalanyapun berbeda-beda.

B. Silikosis

Silikosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu silika bebas (SiO2). Pekerja yang beresiko mengidap penyakit ini adalah penambang dan ekstrasi batu-batu keras, pekerja pengahalus dan pemolesan batu, pekerja pabrik keramik serta pekerjaan lain yang memanfaatkan pasir sebagai amplas.

Penyakit silikokis ini akan mengakibatkan penurunan fungsi paru. Pada tingkat ringan, ditandai dengan sesak napas (dyspnoea), kadang disertai batuk kering (tanpa dahak). Pada tingkat sedang, disamping sesak napas juga terjadi penurunan kemampuan kerja. Sedangkan pada tingkat berat, terjadi cacat total fungsi paru sehing pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya.

Yang perlu diwaspadai adalah bahwa penderita silikosis ini memiliki resiko tinggi terjadinya tuberkolosis paru akibat paparan bakteri mycobacterium tuberkolosis. Faktor pemicu penyakit infeksi ini adalah lingkungan kerja yang padat, gizi buruk, serta tingginya angka kesakitan penyakit tuberkolose di masyarakat

Beberapa upaya pencegahan terjadinya silikosis

1. Subtitusi

Pada proses meratakan permukaan logam yang biasanya menggunakan debu pasir yang disemprotkan, diganti dengan bubuk alumina

2. Mengurangi kadar silika bebas dalam ruangan

Caranya dengan membuat ventilasi umum dan lokal. Fungsi ventilasi umum ini adalah untuk mengalirkan udara dari luar ke ruang kerja dan fungsi ventilasi lokal adalah untuk memompa debu keluar ruang kerja

3. Upaya perlindungan dri

Upaya terakir adalah perlindungan diri dengan memanfaatkan masker standar

C. Antrakosilikokis

Antrakosilikokis merupakan pneunokoniosis pada pekerja tambang batubara yang disebabkan oleh paparan debu campuran. Debu campuran dari tambang batubara berasal dari serpihan pasir bubuk batu, kaolinit, batu tulis dan batu kapur.

Pada stadium dini, biasanya antrakosilikokis ini tidak menunjukan gejala penyakit. Namun pada stadium lanjut akan ditemukan gangguan fungsi paru. Beberapa upaya pencegahan terjadinya antrakosilikokis

1. Pembuatan ventilasi umum dan lokal, sebagaimana halnya pencegahasn pada penyakit silikosis

2. Pemotongan (catting) arang batu dilakukan secara basah dengan menyemprotkan air pada rantai pemotong, terutama yang bersentuhan dengan permukaan batu

3. Membasahi permukaan arang batu dengan air

4. Menggunakan masker, baik mereka yang berkerja dipertambangan maupun yang bekerja dipengolahan

D. Asbestosis

Asbestosis adalah salah satu jenis pneunokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes. Asbes merupakan campuran berbagai silikat dan yang paling banyak adalah magnesium silikat.

Pekerja yang beresiko tinggi menderita asbestosis adalah pekerja yang bekerja di pertambangan, penggilingan dan pengolahan asbes. Debu asbes yang terhirup kedalam paru mengalami perubahan menjadi ”badan-badan asbestos”, yang jika dilihat dengan mikroskop akan terlihat sebagai batangan dengan panjang sekitar 200 mikron. Disamping secara inhalasi, debu asbes dapat memasuki tubuh pekerja melalui ludah dan dahak yang tertelan.

Gejala asbestosis antara lain sesak napas, batung dengan disertai banyak dahak. Dari hasil foto thorax akan mudah dikenali, karena menunjukan gambaran yang sangat spesifik berupa ”ground glass apearance”, yaitu adanya titik-titik dibasis paru, sedangkan batas-batas jantung dan diafragma tidak jelas. Tanda lain yang khas adalah pelebaran ujung-ujung jari (sianosis)

Beberapa upaya pencegahan terjadinya asbestosis :

1. Penambangan dan pengeboran asbes harus selalu basah

2. Pada industri tekstil yang menggunakan asbes

3. Pembuatan ventilasi umum dan lokal, sebagaimana halnya pencegahasn pada penyakit silikosis

4. Untuk membersihkan mesin-mesin dan ruangan sebaiknya menggunakan penghisap hampa udara (vaccum)

5. Pekerja yang melakukan pembersihan mesin dan tempat keja harus menggunakan alat pelindung diri

E. Bisinosis

Bisinosis adalah sebutan penyakit yang disebabkan oleh paparan debu kapas dalam paru. Pada umumnya pekerja yang terkena paparan debu kapas ini adalah mereka yang bekerja pada pabrik texstil.

1. Gejala Bisinosis

Gejala khas dari bisinosis ini adalah timbulnya ”rasa hari senin” terutama pada tingkat penyakit yang masih ringan. Hal itu ditandai dengan rasa berat dan sesak nafas pada hari pertama masuk kerja. Schilling membuat urutan derajat beratnya penyakit sebagai berikut:

a. Derajat setengah

Kadang-kadang ada keluhan rasa berat didada pada hari pertama masuk kerja

b. Derajat satu

Ada keluhan rasa berat didada dan sesak nafas pada hari pertama masuk kerja

c. Derajat dua

Keluhan rasa berat didada dan sesak nafas tidak hanya terjadi pada hari pertama masuk kerja, tetapi berlanjut setiap hari

d. Derajat tiga

Seperti halnya keluhan pada derajat dua, tetapi ditambah dengan adanya kelainan paru yang menetap.

2. Beberapa upaya pencegahan terjadinya asbestosis :

a. Terhadap lingkungan kerja

Dilakukan dengan cara membuat ventilasi umum dan penghisap udara keluar. Meniup atau membersihkan lantai dengan sapu sebaiknya tidak dilakukan, karena akan memperberat pencemaran. Pembersihan mesin karding sebaiknya menggunakan pompa hampa udara

b. Terhadap bahan kapas

Sebaiknya dilakukan pemasakan (steaming) kapas, untuk mengurangi efek biologis dari debu kapas. Pencucian kapas sebelum proses tekstil akan mengurangi pencemaran debu kapas dilingkungan kerja

c. Terhadap para pekerja

Dilakukan pemeriksaan secara berkala. Bagi mereka yang mulai mengeluh bisinosis, sebaiknya dipertimbangkan untuk dipindahkan bagian lain yang bebas pencemaran debu kapas. Antipasi lainnya adalah penggunaan masker ditempat kerja.

BAB III

KEGIATAN DAN HASIL

A. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

1. Wilayah Kerja

a. Ditinjau aspek geografis, luas wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat 3.254.412 Ha. Bagian selatan dibatasi oleh Propinsi DIY dan samodra Indonesia, bagian timur dibatasi oleh Propinsi Jawa Timur, bagian barat dibatasi oleh Propinsi Jawa Barat dan bagian utara dibatasi oleh laut Jawa.

b. Ditinjau dari aspek topografi, wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah memiliki gambaran sebagai berikut :

- Daratan dengan ketinggian antara 0 -100 meter dari permukaan laut yang memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan seluas 53,3%

- Daratan dengan ketinggian 100 – 500 meter dari permukaaan laut yang memanjang di bagian tengah pulau seluas 14,7%

- Daratan dengan ketinggian diatas 1.000 meter dari permukaan laut seluas 4,6%

c. Ditinjau dari aspek administrasi, wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 29 kabupaten dari 6 kota dengan 563 kecamatan, serta 8553 desa/kelurahan.

2. Kependudukan

a. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 32.177.730 jiwa (Susenas 2006 oleh Badan Pusat Statistik). Rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi dan wilayah terpadat adalah kota Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 12 ribu setiap kilometer persegi.

b. Sex Rasio Penduduk

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2006 oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang bila dibandingkan dengan penduduk perempuan yaitu masing-masing sebesar 16.054.473 jiwa (49,89 %) penduduk laki-laki dan 16.123.257 jiwa (50,11 %) penduduk perempuan sehingga ratio jenis kelamin penduduk Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 99,57.

c. Struktur Penduduk Menurut Golongan Umur

Struktur / komposisi penduduk Jawa Tengah menurut golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2006 menunjukkan bahwa penduduk laki-laki maupun penduduk perempuan proporsi terbesar berada pada kelompok umur : 0 - 14 tahun (25,98%) dan kelompok umur : 15 – 64 tahun (66,92%) sedangkan kelompok umur > 64 tahun (7,09%)

d. Tingkat Pendidikan Penduduk

Pada tahun 2006 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berusia 10 tahun keatas menurut pendidikan yang ditamatkan yaitu tidak punya ijazah SD sebesar 29,84 %, memiliki ijazah terdiri atas SD/MI sebesar 35,30 %, tamat SLTP 17,43 %, tamat SMU/SMK sebesar 13,13 % dan sebesar 1,17 % adalah tamatan program Diploma/Akademi/Diploma IV dan Universitas/Perguruan Tinggi.

3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan peraturan daerah provinsi Jawa Tengah no.6 tahun 2008 adalah sebagai berikut :

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat

- Sub bag Program

- Sub bag Keuangan

- Sub bag Umum dan Kepegawaian

c. Bidang Pembinaan dan Pengendalian Kemitraan kesehatan dan Promosi kesehatan

- Kasi pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan

- Kasi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Masyarakat

- Kasi Promosi Kesehatan

d. Bidang Pembinaan dan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

- Kasi Pengendalian Penyakit

- Kasi Pencegahan Penyakit dan Penanggulangan KLB

- Kasi Penyehatan Lingkungan

e. Bidang Pembinaan dan Pengendalian Pelayanan Kesehatan

- Kasi Upaya Kesehatan Masyarakat

- Kasi Upaya Kesehatan Rujukan

- Kasi Upaya Kesehatan Keluarga dan Gizi

f. Bidang Pembinaan dan Pengendalian Sumber Daya Kesehatan

- Kasi Pengembangan SDM Kesehatan dan Organisasi Profesi

- Kasi Farmasi, Mamin dan Perbekalan Kesehatan

- Kasi Manajemen Informasi dan pengembangan Kesehatan

4. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

a. Tugas Pokok Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

- Melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan yang diserahkan kepada pemerintah daerah

- Melaksanakan kewenangan di bidang kesehatan yang berlintas kabupaten/kota

- Melaksanakan kewenangan kabupaten/kota di bidang kesehatan yang dikerja samakan dengan atau diserahkan kepada provinsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

- Melaksanakan kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur dan tugas pembantuan kesehatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

- Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan sesuai kebijakan yang ditetapkanoleh Gubernur

- Pelaksanaan penyusunan rencana program, pelaksanaan fasilitasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan

- Pelaksanaan fasilitasi teknis dan pemberian dukungan di bidang kesehatan

- Pelaksanaan pengelolaan rumah sakit khusus dan rumah sakit rujukan lintas kabupaten/kota

- Pelaksanaan pengelolaan perijinan mendirikan dan penyelenggaraan rumah sakit khusus dan rumah sakit rujukan lintas kabupaten/kota.

- Pelaksanaan pengkoordinasian penyelenggaraan kesehatan dasardasar dan rujukan.

- Pelaksanaan standarisasi dan sertifikasi teknologi kesehatan gizi

- Pelaksanaan pengamatan terus menerus, penyelidikan dan rencana tindak lanjut (surveilans epidemiologi) serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian wabah luar biasa

- Pelaksanaan pengembangan pengelolaan dan obat tradisional.

- Pelaksanaan penetapan pedoman penyuluhan dan promosi kesehatan

- Pelaksanaan akreditasi tenaga dan sarana kesehatan sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku

- Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan dan latihan tenaga kesehatan

- Pelaksanaan pengelolaan urusan pegawai,keuangan,hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tatalaksana, serta umum,dan perlengkapan

5. Pembangunan Kesehatan Propvinsi Jawa Tengah

a. Dasar

Dasar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenaran dan aturan pokok yang menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dasar pemikiran berikut ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan:

- Perikemanusiaan

Setiap kegiatan, program kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

- Pemberdayaan dan Kemandirian

Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja obyek namun sekaligus pula subyek kegiatan, program kesehatan. Segenap komponen bangsa bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Setiap kegiatan, program kesehatan harus mampu membangkitkan peranserta individu, keluarga dan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.

- Adil dan Merata

Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama dan status sosial ekonomi seorang individu, keluarga

atau sekelompok masyarakat.

- Pengutamaan Manfaat

Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan / atau kesehatan dalam kegiatan, program kesehatan harus mengutamakan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan, proyek dan program kesehatan diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan proyek dan program kesehatan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan peraturan atau perundang undangan yang berlaku serta mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.

c. Visi dan Misi

- Visi

Gambaran masyarakat Provinsi Jawa Tengah masa depan yang ingin dicapai oleh segenap komponen masyarakat melalui pembangunan kesehatan Provinsi Jawa Tengah adalah:

Jawa Tengah Sehat 2010 yang mandiri dan bertumpu pada potensi daerah.

- Misi

Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang bertanggung jawab secara teknis terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu:

- Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dengan bertumpu pada potensi daerah

- Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Jawa Tengah

- Mendorong pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya

B. Upaya Kesehatan Kerja

1. Pengertian

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun masyarakat di sekelingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja adalah : Identifikasi permasalahan, evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian

2. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya

b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerja

c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan

d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya

3. Kapasitas Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal

a. Kapasitas Kerja

Kapasitas yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjsaannya dengan baik Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapatkan perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain

b. Beban Kerja

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengkibatkan seseorang pekerja menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja

c. Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja (misalnya : panas, bising, debu atau zat kimia lainnya) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat mengakibatkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja.

4. Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaannya dapat disebabkan oleh pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha untuk mencegahnya. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka langkah awal yang penting adalah pengenalan/identifikasi/deteksi dini bahaya yang timbul dan dievaluasi, baru kemudian dilakukan pengendalian.

5. Program UKK Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Ditinjau dari struktur organesasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Program Upaya Kesehatan Kerja berada pada Seksi Kesehatan Masyarakat. Banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh seksi ini dalam kaitannya dengan upaya kesehatan kerja dan salah satunya adalah : Deteksi dini penyakit akibat kerja pada pekerja yang berhubungan dengan debu.

C. Laporan Hasil Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja Tahun 2009

Berdasarkan laporan pelaksanaan kegiatan program Upaya kesehatan Kerja tahun 2009 seksi Upaya Kesehatan Masyarakat, ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dan salah satunya adalah : Deteksi dini penyakit akibat kerja pada pekerja yang berhubungan dengan debu.

1. Jenis Kegiatan

a. Pemeriksaan fungsi paru

b. Pemeriksaan debu perorangan

c. Pemeriksaan kadar debu lingkungan kerja

d. Sosialisasi hasil pemeriksaan dan pemberdayaan pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri

2. Lokasi dan Waktu Kegiatan

a. Kabupaten Pati, Tanggal 23 Juni 2009

b. Kabupaten Klaten, Tanggal 27 Juni 2009

c. Kabupaten Sukoharjo, 23 Juni 2009

3. Sasaran

a. Untuk Kabupaten Pati : Pekerja pembakaran batu gamping

b. Untuk Kabupaten Klaten : Pekerja pembuatan kain tenun dan pengolahan benang untuk dibuat keset

c. Untuk Kabupaten Sukoharjo : Pekerja peternakan ayam

4. Pelaksana

Petugas Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Kabupaten terpilih, Kepala Puskesmas dan petugas UKK Puskesmas terpilih dibantu oleh petugas dari BPKM, BLK dan balai Hyperkes dengan kriteria sbb:

a. Pemeriksaan fungsi paru : Petugas BKPM

b. Pemeriksaan debu perorangan : Balai Hyperkes

c. Pemeriksaan kadar debu lingkungan kerja : BLK

5. Hasil

Hasil kegiatan deteksi dini penyakit akibat kerja pada pekerja yang berhubungan dengan debu adalah sebagai berikut :

a. Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru

Kabupaten Pati:
Jumlah sampel : 50 orang
Normal : 2 orang

Klaten:
Jumlah sampel : 50 orang
Normal : 0 Orang

Sukoharjo:
Jumlah sampel :50 Orang
Normal : 2 orang

b. Hasil pengukuran debu perseorangan

Pati:
Jumlah Sampel : 6 Orang'
Dibawah NAB : 6 Orang
Diatas NAB : 0 Orang


Klaten :
Jumlah Sampel : 6 orang
Dibawah NAB : 3 orang
Diatas NAB : 3 orang

Sukoharjo:
Jumlah Sanpel : 6 orang
Dibawah NAB : 6 orang
Diatas NAB : 6 orang


c. Hasil pengukuran debu lingkungan kerja

Pati":

Jumlah sampel : 2

Dibawah NAB : 0

Diatas NAB :2


Klaten:
Jumlah sampel: 2
Dibawah NAB : 0
Diatas NAB : 2

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru

Hasil pemeriksaan fungsi paru pada 50 orang pekerja

Kabupaten Pati :

Tempat kerja : Pembakaran gamping

Jenis paparan : Debu Gamping

Jumah Sampel : 50

nORMAL : 4 %

PFP (Pemeriksaan Fungsi Paru: 96%


Klaten
Jenis Kegiatan : Pembuatan kain Tenun
Jenis Paparan : Debu Kapas
Jumlah Sampel : 50
Normal :0
PFP :100%

Sukoharjo
Jenis Kegiatan : Peternakan ayam
Jenis paparan : Debu kotoran ayam
Jumlah sampel :50
Normal : 4 %
PFP : 100%

Data tersebut memberikan suatu gambaran, bahwa:

a. Debu kapas memberikan kontribusi terbesar terjadinya pneumokoniosis, dibandingkan dengan debu gamping dan debu kotoran ayam. Bahkan angka kejadian pneumokoniosis (100%) di Kabupaten Klaten melampaui angka kejadian di Inggris, Belanda dan Swedia (50%)

Berdasarkan konsep probabilitas, hal itu dapat terjadi oleh karena :

- Tempat kerja tidak menyediakan alat pelindung kerja (masker)

- Tempat kerja menyediakan alat pelindung kerja, tetapi pekerja tidak mau memanfaatkannya.

- Kurangnya sosialisasi tentang faktor resiko terjadinya bisinosis terhadap para pekerja

b. Meskipun angka kejadian pneumokoniosis akibat paparan debu gamping dan kotoran ayam tidak setinggi angka kejadian pneumokoniosis akibat paparan debu kapas, namun hal itu tidak bisa diabaikan karena angka kejadiannya masih cukup tinggi yaitu (96%).

B. Pembahasan Hasil Pengukuran Debu Perorangan

Hasil pengukuran debu perorangan pada 6 orang pekerja

Kabupaten Pati:

TEmpat kerja : Pembakaran batu gamping

Jenis paparan : Batu gamping

Jumlah sampel : 6

Dibawah NAB : 100%

Diatas NAB : 0

Kabupaten Klaten:

TEmpat kerja : Pembuatan kain tenun

Jenis paparan : Debu kapas

Jumlah sampel : 6

Dibawah NAB : 50%

Diatas NAB : 50%

Kabupaten Sukoharjo:

TEmpat kerja : Peternakan ayam

Jenis paparan : debu kotoran ayam

Jumlah sampel : 6

Dibawah NAB : 100%

Diatas NAB : 0

Data tersebut memberikan suatu gambaran, bahwa : Paparan debu kapas paling tinggi daya lekatnya pada permukaan tubuh pekerja (diatas NAB50%), dibandingkan dengan debu gamping dan kotoran ayam (diatas NAB 0%)

Berdasarkan konsep probabilitas, hal itu dapat terjadi oleh karena :

- Pengelola tempat kerja tidak menyediakan alat pelindung kerja, pakaian kerja/jas kerja

- Pengelola tempat kerja menyediakan alat pelindung kerja, tetapi pekerja tidak mau memanfaatkannya.

- Kurangnya sosialisasi tentang faktor resiko terjadinya bisinosis terhadap para pekerja

C. Pembahasan Hasil Pengukuran Debu di Lingkungan Kerja

Hasil pengukuran debu pada dilingkungan kerja

Kabupaten Pati:

TEmpat kerja : Pembakaran batu gamping

Jenis paparan : Batu gamping

Jumlah sampel : 2

Dibawah NAB : 0

Diatas NAB : 100%

Kabupaten Klaten:

TEmpat kerja : Pembuatan kain tenun

Jenis paparan : debu kapas

Jumlah sampel : 2

Dibawah NAB : 0

Diatas NAB : 100%

Data tersebut memberikan suatu gambaran, bahwa :

a. Pengelolaan lingkungan tempat kerja di pembakaran gamping dan pembuatan kain tenun sangat buruk, karena hasil penelitian dua sampel yang diajukan 100% melampui nilai ambang batas (NAB)

b. Meskipun pengelolaan lingkungan tepat kerja di peternakan ayam tidak begitu buruk tetapi masih kurang baik, karena hasil penelitian dua sampel yang diajukan 50% melampui nilai ambang batas (NAB)

Berdasarkan konsep probabilitas, hal itu dapat terjadi oleh karena :

- Pengelola tempat kerja tidak memahami arti pentingnya lingkungan yang sehat akan meningkat produktivitas tenaga kerja

- Pengelola tempat kerja memahami arti pentingnya lingkungan yang sehat akan meningkat produktivitas tenaga kerja, tetapi oleh karena alasan finansial tidak mampu membangun sarana dan prasarana lingkungan kerja yang sehat

- Pengelola tempat kerja memahami arti pentingnya lingkungan yang sehat akan meningkat produktivitas tenaga kerja, tetapi pengelolanya bersikap skeptis. Artinya, meskipun secara finansial pengelolanya mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk menjaga kesehatan lingkungan, tetapi hal itu tidak dilaksanakan.